Progresif Untuk Menuntaskan Cara Padang HRM: Suatu Upaya Optimal dan Minimalisasi Risiko pada Investasi SDM 

Muh. Arifin Direktur Minda Research and Consulting

KILASRIAU.com - Manusia akan menjadi sumber risiko bila tidak memiliki pendekatan yang tepat dalam mengelola SDM yang ada didalam suatu organisasi. 

Human Resource Management (HRM) dan Human Capital Management (HCM) merupakan dua pendekatan berbeda dalam mengelola sumber daya manusia di organisasi. Meskipun keduanya memiliki fokus yang sama pada pengelolaan SDM, ada perbedaan dalam cara mereka memandang dan memperlakukan sumber daya manusia

Pertama, Pendekatan Tradisional vs. Pendekatan Strategis; HRM cenderung mengadopsi pendekatan tradisional yang lebih bersifat administratif, fokus pada tugas-tugas operasional seperti perekrutan, pelatihan, dan administrasi personalia dan lainnya. 

HCM mengambil pendekatan yang lebih strategis, menganggap SDM sebagai modal intelektual yang bernilai tinggi bagi organisasi. Ini menempatkan penekanan pada pengembangan, pemanfaatan, dan retensi SDM untuk mencapai tujuan strategis organisasi.

Kedua, Pemrosesan Data vs. Analisis Data; HRM sering kali berkutat dengan pemrosesan data yang berkaitan dengan administrasi personalia, seperti pembayaran gaji, manajemen kinerja, dan pemeliharaan catatan karyawan. HCM lebih berfokus pada analisis data untuk mengidentifikasi tren, pola, dan informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan strategis terkait SDM. Ini melibatkan penggunaan data untuk memahami kontribusi SDM terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan.

Ketiga, Fokus pada Karyawan vs. Fokus pada Investasi SDM; HRM terutama berfokus pada kebutuhan dan kepentingan karyawan sebagai individu, termasuk manajemen kesejahteraan, pengembangan karyawan, dan pemenuhan kebutuhan mereka di tempat kerja. HCM lebih berorientasi pada melihat karyawan sebagai aset strategis atau modal manusia, dan fokus pada bagaimana organisasi dapat menginvestasikan dalam pengembangan, pengelolaan, dan optimalisasi SDM untuk mencapai tujuan jangka panjang.

Keempat, Reaksi vs. Antisipasi; HRM sering kali bereaksi terhadap kebutuhan dan permintaan langsung dari karyawan atau manajemen, menangani masalah yang muncul saat itu. HCM lebih condong untuk mengantisipasi kebutuhan organisasi di masa depan dengan mengembangkan strategi SDM yang proaktif dan berbasis data untuk meningkatkan kinerja dan keberhasilan jangka panjang organisasi.

Kelima, Penggunaan Teknologi; HRM mungkin menggunakan teknologi untuk meningkatkan efisiensi administrasi, seperti sistem penggajian atau manajemen absensi. HCM cenderung menggunakan teknologi untuk menganalisis data SDM, mengidentifikasi tren, dan membangun strategi pengembangan SDM yang lebih terukur dan proaktif.

Keenam, Pengelolaan Risiko; Dalam HRM, pengelolaan risiko cenderung terfokus pada aspek hukum dan kepatuhan, seperti manajemen kontrak kerja, kepatuhan terhadap peraturan ketenagakerjaan, dan menghindari litigasi yang berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan. 

Di sisi lain, dalam HCM, pengelolaan risiko mencakup analisis risiko terkait dengan investasi SDM, seperti risiko kehilangan bakat kunci, ketidaksesuaian kompetensi, dan risiko perubahan pasar yang dapat mempengaruhi kebutuhan SDM. Pendekatan HCM mendorong organisasi untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko-risiko ini dengan cara yang proaktif dan terintegrasi ke dalam strategi pengelolaan SDM mereka

Progresif HRM

Bila cara pandang Human Capital Management melihat sumber daya manusia sebagai asset dalam suatu organisasi terutama dalam merespon era yang semakin berfokus pada pengelolaan sumber daya manusia (SDM) secara strategis, maka pendekatan Human Capital Management (HCM) telah memainkan peran yang semakin penting dalam mengubah cara organisasi melihat dan mengelola karyawannya. Salah satu pergeseran yang penting dalam hal HRM yang dapat dilakukan kedepan adalah pengakuan dan pencatatan biaya pengeluaran atas belanja pengolaan SDM didalam perusahaan. Pengeluaran terhadap SDM harusnya dapat mulai dipandang sebagai belanja modal.

Kacamata tradisional melihat, bahwa biaya SDM dicatat sebagai biaya operasional, seperti gaji, pelatihan, dan manajemen kesejahteraan. Namun, dengan pendekatan HCM yang lebih strategis, organisasi mulai menyadari bahwa investasi dalam SDM bukanlah sekadar biaya, tetapi juga merupakan investasi yang dapat meningkatkan nilai jangka panjang organisasi.

Sumber daya manusia di dalam perusahaan tentu tidak bisa dibandingkan dengan persamaan benda. Tetapi sumber daya manusia memiliki karakteristik yang mirip dengan aset berwujud. Mereka bukan hanya memiliki keberadaan fisik yang kongkrit, tetapi juga memiliki nilai ekonomis yang terukur, serupa dengan asset berwujud. 

Seperti aset berwujud, nilai sumber daya manusia juga dapat mengalami penurunan seiring waktu jika keterampilan atau pengetahuan mereka tidak diperbarui atau ditingkatkan, sehingga memerlukan investasi dalam bentuk pelatihan dan pengembangan. Begitu juga dalam usia kerja, SDM yang ada dapat berakhir masa kerjanya karna faktor usia sehingga harus didepresiasi seperti asset tetap berwujud.  

Pendekatan strategis mengelola SDM dapat juga dilihat pada aspek ekonomisnya. Sumber daya manusia juga dapat dianggap sebagai aset karena kemampuan mereka untuk dijual atau disewakan melalui penyediaan layanan profesional mereka kepada perusahaan atau individu lain, menciptakan nilai ekonomis yang signifikan. Dengan demikian, melalui pendekatan ini, dapat dipahami bahwa sumber daya manusia juga memiliki peran sebagai aset berharga dalam konteks organisasi dan ekonomis. 

Namun demikian pengelolaan SDM menjadi lebih baik dengan konsep diatas, terdapat tantangan yang tidak mudah seperti sumber daya manusia tidak selalu bisa dipandang sebagai aset karena sifat abstrak dari keterampilan dan pengetahuan mereka, keterkaitan yang erat dengan individu, pengaruh faktor eksternal seperti perubahan industri dan teknologi, serta kontroversi etis yang muncul ketika memperlakukan manusia sebagai aset milik organisasi. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang lebih mendalam untuk menyusun disain mekanisme yang tepat.  

Adanya pergeseran ini tidak hanya mencerminkan perubahan dalam cara organisasi melihat SDM, tetapi juga memiliki implikasi yang signifikan dalam analisis keuangan dan pengambilan keputusan. Paling tidak mencatat biaya SDM sebagai belanja modal, organisasi dapat lebih baik mengevaluasi risiko-risiko yang timbul dari SDM di perusahaan. Perusahaan juga akan dapat menilai tingkat pengembalian investasi dalam SDM dan membuat keputusan yang lebih strategis dalam alokasi sumber daya terutama biaya alokasi pada pengelolaan SDM di perusahaan.**






Tulis Komentar